Tubuhku beranjak dari tempat tidur, cahaya redup yang memaksa masuk melalui celah-celah jendela kamarku seakan mengundangku untuk menikmati cahaya senja yang mulai berlari untuk pergi. Aku melangkah menuju jendela kamarku, kusibakkan tirai putih yang menari lembut karena terpaan angin sore itu dan cahaya senja pun dengan leluasa masuk kedalam kamarku, meski tak secerah biasanya namun cahaya senja sore ini cukup berhasil menyilaukan mataku yang baru terbuka dari keindahan dunia mimpi.
“apa kamu bahagia?” pertanyaan itulah yang selalu aku lontarkanan pada diriku sendiri, dan aku tak pernah tau jawabannya. Yang pasti aku berbeda dengan gadis diluar sana, mereka bisa tertawa dengan lepas tanpa ada beban disenyum mereka. Tapi aku.. aku harus menyenbunyikan bebanku dalam senyumku. Dulu aku bisa seperti gadis lainnya diluar sana, tapi semakin kesini aku tak bisa melakukan itu karena kesedihan yang teramat dalam yang kurasakan hingga untuk tertawa lepaspun aku tak mampu, hanya senyumlah yang bisa mewakilinya.
“Ha Nia… kamu udah bangun?? Hari ini kamu tidur pules banget, aku sampai nggak tega banguninnya”
“sorry.. En Gie… mungkin aku kelelahan”
Raut muka En Gie langsung berubah muram mendengar jawabanku “apa kamu akan menyerah Ha Nia…?” En Gie menatapku dengan iba.
Aku tersenyum padanya “enggak En Gie… aku nggak akan menyerah pada tubuh ini” aku langsung memeluk tubuh En Gie.. Aku bahagia mempunyai sahabat seperti dia, dia selalu ada untukku bahkan dia rela meninggalkan keluarganya untuk tinggal bersamaku agar bisa menjagaku. Sekeras apapun aku menyuruhnya pulang dia selalu menolaknya.
***
“Ha Nia.. hari ini kamu pulang sendiri ngak apa-apakan” tanya En Gie padaku dengan lembut seusai mengikuti mata kuliah kami yang terakhir.
“hey.. En Gie... aku bukan anak kecil yang harus selalu dikawal sama mamanya… jadi santai aja, kalau bisa sech sekali-kali kamu nginep dirumahmu sendiri kasian orang tua kamu pasti kangen”
“no… aku nggak akan ninggalin kamu sendirian Ha Nia…” jawabnya sambil melotot padaku
“oke aku jalan ya.. jaga diri baik-baik selama aku nggak ada Ha Nia” En Gie pun segera berlalu dari pandanganku.
Terkadang aku merasa En Gie terlalu over protectif terhadapku, bahkan dia nggak bisa meninggalkanku lama-lama dengan rasa nyaman pada dirinya, seolah-olah aku akan melakukan bunuh diri dan lenyap dari dunia ini saat dia lengah untuk mengawasiku dan dia nggak ingin hal itu terjadi. tapi itulah yang membuatku semakin sayang pada En Gie sahabat terbaikku dari kami masih sama-sama memakai sragam Play Group.
Sepergian En Gie.. aku masih duduk manis di taman kampus, ketenangan dan kesendirian adalah hal yang saat ini membuatku nyaman. Pandanganku jauh menerawang pohon-pohon yang berdiri kekar, daun-daunnya yang menari-nari dengan diiringi desiran angin yang bertiup pelan. Kedamaian itu nggak berlangsung lama sampai terdengar deheman seseorang yang berhasil membuatku terlonjak karena kaget, aku langsung menoleh kearah suara itu dan jantungku makin berdetak dengan cepat saat aku mendapati seseorang dengan tubuh tegap dan mempunyai paras yang tampan tengah berdiri disamping kursi panjang yang aku duduki.
“melamun bukanlah hal yang baik untuk seorang gadis” kata cowok itu sambil melangkahkan kakinya yang panjang dan duduk disebelahku.
Ini pertama kalinya dia menatapku dan berbicara padaku sebagai seorang teman selama beberapa tahun aku mengenalnya. Namanya adalah Kim Hyun, dia mempunyai otak yang cerdas sehingga dia dikenal sebagai cowok jenius, selain mempunyai wajah yang tampan dia juga berparas kalem dan tertutup kepada orang lain. Semua kelebihannya itulah yang membuat Kim Hyun digilai oleh gadis-gadis.
“apa yang sedang kamu fikirin??” tanyanya lagi dengan pandangan lurus kearah pepohonan.
“ah enggak…?” jawabku pelan masih nggak percaya Kim Hyun mengajakku ngobrol.
“kamu sekarang berbeda ya, jadi pendiem, jarang bergaul dan aku juga jarang melihatmu tertawa, nggak seperti dulu, kemana perginya Ha Nia yang periang, konyol dan selalu gangguin hidupku??”
“waktu terus berjalan Kim Hyun.. ada kalanya orang harus berubah” jawabku dengan lesu.
Mendengar jawanku, Kim Hyun langsung menoleh menatapku dan memperlihatkan senyumnya yang begitu indah, aku makin bingung dan salah tingkah mendapatinya sedang menatapku, aku berpikir ulang apa ada yang salah dengan jawabanku tadi.
“jawabanmu cukup berat untuk seorang Ha Nia yang selalu ceroboh” kata Kim Hyun dengan nada meledek dan masih dengan senyum indahnya.
***
Entah setan apa yang tengah merasuki Kim Hyun sehingga sekarang dia mau menoleh kepadaku meski menurutku itu terlambat. Setelah beberapa tahun yang lalu aku mengejarnya tapi tak ada respon sedikitpun darinya dan kini semua seperti terbalik. Ditaman kampus itulah awal dari keakrapanku dengan Kim Hyun, dia selalu datang menjemputku untuk kekampus dan menghabiskan waktunya untuk bersamaku. Sebenarnya aku amat sangat senang bahwa orang yang bertahun-tahun aku sayangi memberi respon yang baik sekarang ini, tapi semua telah berbeda, nggak ada yang bisa aku perbuat selain berterima kasih padanya.
Hari ini adalah hari selasa, seperti biasanya En Gie harus pulang untuk kerumah. En Gie pun berpamitan kepadaku dan sudah pasti aku mengizinkannya.
“En Gie.. entar malem kamu nginep dirumahmu aja, kata Ha Nia kamu nggak pernah mau nginep dirumahmu karena kamu nggak mau ninggalin Ha Nia sendirikan, jadi soal Ha Nia serahkan padaku, selama kamu pulang kerumah aku akan menemaninya” kata kim Hyun saat En Gie mau berangkat pulang ke rumahnya.
“kamu janji akan menjaga Ha Nia, Kim Hyun?” tanya En Gie dengan muka garangnya dan menatap kim Hyng dengan galak.
“iya… aku akan menjaganya… janji…” jawab Kim Hyun dengan senyum mengejek En Gie.
“kalian ini apa-apaan sech… kayak aku anak kecil aja… nggak lucu ih..” timpalku tanpa ekspresi. Mendengar ucapanku En Gie langsung cemberut dan melangkah keluar rumah sedangkan Kim Hyun tersenyum puas melihat En Gie frustasi.
“hari ini aku nginep disini” kata Kim hyun sambil menyalakan televisi.
“terserah” jawabku dengan cuek dan berlalu kekamarku. Kedekatannya kepadaku membuatku semakin sakit, karena aku sadar bahwa aku tak akan pernah bisa memilikinya.
***
Entah kenapa didalam kamar air mataku tak dapat kubendung, tanpa permisi air mataku terus menerus membasahi pipiku, mataku mulai terasa bengkak karena terlalu lama menangis, bahkan tubuhku mulai terasa lemas karena sesenggukan terus.
“Tuhan… kenapa semua seperti ini….” Desahku pelan masih dengan terisak
“nggak seharusnya kamu menyalahkan Tuhan”
****
Lanjoet yee....
4 komentar:
gw masih berpikir keras arti temaram itu sendiri apa??
Tiap diawal percakapan coba pake hurup besar ya,
Ceritanya menarik untuk disimak..
keep writing.. kalau udah ada lanjutannya kasih tau gw..
waaahhh jangan terlalu keras befikirnya tar botak aja... okey... makasih masukannya ya beb.... (beb...bek) kikikikiki
temaram diujung senja.. hehe. mantap lah,,,
The pinky.. tapi gk jelek kok pink nya..!!
@hadhara rizka... makasiihh yaa atas kunjungannya...
Posting Komentar